015. UPAH NADZIR MASJID
Bolehkah nadzir masjid mengambil upah atas pengelolaannya terhadap kekayaan masjid?
Jawaban:
Secara khusus belum ditemukan ibarot yang menjelaskan nadzir masjid boleh atau tidak menerima ujroh, mengingat masjid bukan wakaf untuk dikembangkan kekayaannya. Akan tetapi secara umum nadzir wakaf yang memiliki kekayaan boleh mendapat ujroh, dengan catatan sesuai dengan yang ditentukan oleh wakif. Dan apabila wakif tidak menentukan berapa upah yang didapatkan nadzir, maka nadzir harus melapor pada hakim untuk ditentukan bagian yang bisa diterima nadzir, berupa biaya terendah dari upah sepadan atau biaya yang cukup untuk sehari. Namun menurut fatwa Ibnu as-Shabbagh nadzir boleh mengambil sendiri biaya terendah tersebut tanpa harus lapor pada hakim.
Catatan:
1. Yang disebut nadzir adalah orang yang ditunjuk langsung oleh wakif untuk mengelola wakaf, atau diangkat oleh hakim, atau oleh tokoh masyarakat setempat. Bila tidak memenuhi syarat tersebut maka tidak bisa disebut nadzir dan tidak sah pengelolaannya atas kekayaan wakaf.
2. Musyawirin belum sepakat tentang bolehnya nadzir masjid menerima ujroh, mengingat ibarot yang menjelaskan tentang upah penyelenggara kegiatan masjid tidak sampai mengarah pada nadzir hanya sekedar pelaksana. Sedangkan ibarot yang mengarah pada nadzir masih difahami oleh sebagian musyawirin khusus pada yang memiliki penghasilan (إستغلال الوقف).
Referensi:
Jawaban:
Secara khusus belum ditemukan ibarot yang menjelaskan nadzir masjid boleh atau tidak menerima ujroh, mengingat masjid bukan wakaf untuk dikembangkan kekayaannya. Akan tetapi secara umum nadzir wakaf yang memiliki kekayaan boleh mendapat ujroh, dengan catatan sesuai dengan yang ditentukan oleh wakif. Dan apabila wakif tidak menentukan berapa upah yang didapatkan nadzir, maka nadzir harus melapor pada hakim untuk ditentukan bagian yang bisa diterima nadzir, berupa biaya terendah dari upah sepadan atau biaya yang cukup untuk sehari. Namun menurut fatwa Ibnu as-Shabbagh nadzir boleh mengambil sendiri biaya terendah tersebut tanpa harus lapor pada hakim.
Catatan:
1. Yang disebut nadzir adalah orang yang ditunjuk langsung oleh wakif untuk mengelola wakaf, atau diangkat oleh hakim, atau oleh tokoh masyarakat setempat. Bila tidak memenuhi syarat tersebut maka tidak bisa disebut nadzir dan tidak sah pengelolaannya atas kekayaan wakaf.
2. Musyawirin belum sepakat tentang bolehnya nadzir masjid menerima ujroh, mengingat ibarot yang menjelaskan tentang upah penyelenggara kegiatan masjid tidak sampai mengarah pada nadzir hanya sekedar pelaksana. Sedangkan ibarot yang mengarah pada nadzir masih difahami oleh sebagian musyawirin khusus pada yang memiliki penghasilan (إستغلال الوقف).
Referensi:
*فتح المعين*
..ويجوز للناظر ما شرط له من الاجرةوإن زاد على أجرة مثله، ما لم يكن الواقف.
فإن لم يشرط له شئ فلا أجرة له.
نعم: له رفع الامر إلى الحاكم ليقرر له الاقل من نفقته وأجرة مثله - كولي اليتيم - وأفتى ابن الصباغ بأن له الاستقلال بذلك من غير حاكم
*الفقه المنهجي*
::أُجرة الناظر على الوقف:
إذا شرط الواقف للناظر شيئاً من الريع جاز، وكان له أخذه، فإن لم يذكر الواقفللناظر أجرة، فلا أجرة له.
فلو رفع الناظر الأمور إلى الحاكم، وطالب أن يقرِّر له أُجرة، جاز للحاكم أن يقرِّر له الأجرة التي يراها مناسبة لعمله، وهذا إذا لم يجد متبرعاً يقوم بالنظر على الوقف من غير أجر، وللناظر أن يأكل من ثمرة الموقوف بالمعروف، كما قال عمر - رضي الله عنه -: (لا جُناح على مَن وليها أن يأكل منها بالمعروف).
*أسنى المطالب*
(ويصرف الموقوف) أي ريع الموقوف (على المسجد) وقفا (مطلقا، أو على عمارته في البناء والتجصيص المحكم والسلم والبواري) للتظلل بها (والمكانس) ليكنس بها (والمساحي) لينعل بها التراب (و) في (ظلة تمنع إفساد خشب الباب) بمطر ونحوه (إن لم تضر بالمارة) لأن ذلك كله لحفظ العمارة (و) في (أجرة القيم لا المؤذن، وإمام وحصر ودهن) لأن القيم بحفظ العمارة بخلاف الباقي على ما يأتي
*بغية المسترشدين*
فَلَوِ اسْتَوْلَى شَخْصٌ بِلَا تَوْلِيَةٍ وَلَا نَظَرٍ حَرُمَ وَلَزِمَ الْحَاكِمُ نَزْعَهُ مِنْهُ. فَإِنِ ادَّعَى شَرْطَ الْوَاقِفِ وَأَنَّ يَدَهُ بِحَقٍّ، قَالَ أَبُو مَخْرَمَةَ وَجَمَاعَةٌ مِنَ السَّادَةِ الْعَلَوِيِّينِ وَغَيْرُهُمْ: لَا يُصَدَّقُ إِلَّا بِبَيِّنَةٍ، وَقَالَ ابْنُ سِرَاجٍ وَالسَّيِّدُ طَهَ بْنُ عُمَر: يُصَدَّقُ ذُو الْيَدِ، وَالْقَلْبُ إِلَى الْأَوَّلِ أَمْيَلُ. نَعَمْ، إِنْ كَانَ الْمُتَوَلِّي وَمَنْ قَبْلَهُ مِنْ صُلَحَاءِ الْبَلَدِ وَقَصَدَ حِفْظَهُ لِعَدَمِ الْحَاكِمِ أَوْ جُورِهِ كَانَ مُحْسِنًا. لِأَنَّ الْمُرَادَ بِالْحَاكِمِ حَيْثُ أُطْلِقَ الْعَدْلُ الْأَمِينُ كَامِلُ النَّظَرِ. فَغيْرُهُ كَالْعَدَمِ. فَحِينَئِذٍ يَلْزَمُ صُلَحَاءُ أَهْلِ بَلَدِ الْوَقْفِ تَوْلِيَةُ أَهْلٍ لِذَلِكَ، وَإِلَّا أَثِم
Komentar
Posting Komentar