Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2018

073. MENYENTUH KAKBAH SAAT THAWAF, BATAL

*Deskripsi Masalah * Saya mempunyai seorang teman namanya Pak Achmad, pada saat melakukan thawaf umroh, tepatnya pada putaran ketiga dia menyentuh dinding ka'bah, dan tanpa ada perasaan bersalah terus saja dia melanjutkan thawafnya sampai selesai tujuh kali putaran. Nah kejadian ini baru disadari karena ada teman Pak Achmad berkata bahwa thawafnya tidak sah. Padahal Pak Achmad sudah berpakaian seperti orang "halal" (pakek sarung, songkok dll). * Pertanyaan: * 1. Apa yang harus dilakukan oleh Pak Achmad? 2. Apakah Pak Achmad wajib membayar dam? 3. Adakah Solusi yang paling mudah untuk dilakukan oleh Pak Achmad? * Jawaban: * 1. Mengingat diantara sarat sahnya thawaf harus tidak ada bagian tubuh atau pakaian yang masuk atau menyentuh ke kakbah yang juga meliputi syadzarwan dan hijr, maka Pak Achmad harus kembali thawaf lagi lengkap dengan pakaian ihramnya. 2. Pak Achmad tidak harus membayar dam. 3. Ada satu pendapat dalam madzhab syafii yang diperkuat oleh Ima

072. SHAF AWAL DI MASJID YANG LEBAR

Sering kita temukan ketika ziarah makam wali beberapa rombongan mendirikan shalat jamaah tidak teratur, shaf awal penuh sudah membuat shaf lagi agar berkumpul dengan rombongannya dan tidak jauh dari imam. Sebab ketika shaf awal dipenuhi lebih dulu, maka jamaah akan jauh dari imam karena masjid yang begitu besar. *Pertanyaan:* 1. Sebatas mana shaf awal harus dipenuhi, apakah harus sampai ada satir di samping atau sampai karpet yang diperuntukkan shalat terisi penuh atau sampai mencapai tembok samping untuk bisa membuat barisan baru di belakang? 2. Jika tidak dipenuhi karena masjid terlalu besar, apakah makmum yang di baris belakang tetap mendapatkan fadlilah jamaah? *Jawaban:* 1. Shaf pertama tetap harus dipenuhi meski tidak ada tikar atau karpetnya, bila dilakukan di musholla atau masjid, sekalipun harus memanjang hingga memenuhi bagian samping masjid. Namun bila dilakukan di lapangan atau tempat selain masjid dan musholla, maka yang dianggap shaf pertama hanya yang disediakan

071. MEMINDAH PENYAKIT KE HEWAN

Assalamualaikum yai... Di daerah saya ada sebuah pengobatan yang mana setiap orang yang akan berobat kesitu wajib membawa hewan ternak seperti ayam, bebek dll.. agar supaya penyakitnya itu dipindahkan ke hewan tersebut. Bagaimanakah hukumnya secara ilmu fiqh memindah penyakit kpada hewan ternak tersebut, padahal hewan tersebut kan hewan yang mulia (halal dimakan mksdnya)? *Jawaban:* Berikut kami tampilkan hasil keputusan bahsul masail antar pesantren di Pondok Pesantren Sarang pada tahun 1993 M. *Memindahkan Penyakit Manusia ke Hewan* *Deskripsi Masalah* Dari sekian metode pengobatan tradisional, ada tabib yang dapat memindahkan penyakit sesorang ke hewan (binatang). *Pertanyaan:* Bagaimanakah hukum memindahkan penyakit tersebut? *Jawaban:* Hukum memindahkan penyakit tersebut Boleh, dengan syarat: 📌 Sangat dibutuhkan. 📌 Menjadi jalan terakhir untuk pengobatan dimaksud. 📌 Pasiennya muhtarom (dimulyakan syara') Nihayatul Muhtaj, juz II, hal. 21-22 Al-Bajuri, juz

070. HUKUM MINYAK GORENG DARI ULAT JERMAN

*Diskripsi Masalah * Minyak goreng dari ulat Jerman yang dikembangkan para mahasiswa universitas di Malang direncanakan akan segera dikomersialkan dan perusahaan-perusahaan di Eropa sudah siap jadi pembeli. * Pertanyaan :* Halalkah minyak goreng ulat Jerman tersebut dikonsumsi? * Jawaban :* Ulama' yang tiga (madzhab syafi'i, hanafi, dan hanbali) sepakat tidak boleh dikonsumsi. Hanya saja dalam madzhab maliki terjadi perbedaan pendapat. Menurut pendapat yang masyhur (terkenal dalam madzhab maliki) semua serangga yang tidak membahayakan ketika dikonsumsi boleh dimakan dengan beberapa catatan; 📌 Tidak berbahaya. 📌 Biasa dikonsumsi masyarakat sekitar sehingga tidak merasa jijik tatkala mengkonsumsinya. 📌 Terlebih dahulu dilakukan upaya membunuh dengan cara apapun, baik dibakar, digodok, atau langsung digigit. Sehingga serangga yang mati sendiri tetap dihukumi haram. 📌 Upaya membunuh tersebut harus diawali dengan membaca basmalah. Menurut pendapat yang kedua dalam m

069. KHUSUSON ILEGAL

*Deskeripsi Masalah* Ada sebuah undangan tahlil mengundang masyarakat juga kyai yang dipasrahi memimpin acara. Muncul masalah dalam fungsi kyai dalam memimpin acara, yaitu menyelipkan nama-nama orang tua kyai yang tentunya tidak ditulis oleh tuan rumah.  * Pertanyaan: * 1. Bagaimanakah hukumnya penyelipan nama-nama arwah selain yang ditentukan tuan rumah?. 2. Akad apakah yang terjadi antara kyai dan tuan rumah?  * Jawaban:* 1. Menyelipkan nama selain yang ditentukan tuan rumah diperbolehkan, mengingat seorang kyai memimpin acara dengan sukarela tanpa adanya akad tertentu sebelumnya. Kecuali jika nama yang diselipkan tersebut termasuk orang yang dibenci tuan rumah, maka hukumnya tidak boleh diselipkan karena akan menyebabkan idaz' (menyakiti hati) tuan rumah. 2. Mengingat tidak adanya transaksi sebelumnya, maka pemberian tuan rumah kepada kyai termasuk hadiah. * Referensi: * *حاشية الجمل ج3 ص 628* ﻭﻟﻮ ﻋﻤﻞ ﻟﻐﻴﺮﻩ ﻋﻤﻼ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ اﺳﺘﺌﺠﺎﺭ ﻭﻻ ﺟﻌﺎﻟﺔ ﻓﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﺎﻻ ﻋﻠﻰ ﻇﻦ ﻭﺟﻮﺑﻪ

068. JUAL BARANG SANGAT MAHAL UNTUK BIAYA LOMBA

Assalamu'alaikum... Jual beli snack atau barang lain dengan mendapat kupon dihukumi boleh... Tapi adakah batasannya? Maksudnya jika permen harga biasanya Rp. 500,  kemudian dijual Rp. 5.000, hal ini tidak lain untuk mengakali pembiayaan hadiah yang akan dikeluarkan panitia lomba misalnya, Apakah yang demikian ini diperbolehkan? *Jawaban:* 1. Hukumnya boleh. *Referensi:* *المهذب، ١/٢٨٨* من اشترى سلعة جاز بيعها برأس المال وبأقل منه وبأكثر منه لقوله صلى الله عليه وسلم "إذا اختلف الجنسان فبيعوا كيف شئتم. *أحكام الفقهاء : ج ٣ ص ١٦-١٧* إِذَا كَانَتِ القَرْعَةُ غَيْرَ مُعْتَمِدَةٍ عَلَى غَنَمٍ أَوْ غَرَمٍ لَكِنْ تَتَضَمَّنُ عَلَى هَدِيَّةٍ غَيْرِ مُعَيَّنَةٍ كَمَا جَرَى بَيْنَنَا *مِنْ أنَّ المُشُتَرِى يَشْتَرِى شَيْئًا بِثَمَنِ المِثْلِ ثُمَّ هُوَ يَتَسَلَّمُ وَرَقَةً مَعْدُودَةً فِيْهَا هَدِيَّةٌ غَيْرُ مُعَيَّنَةٍ بَلْ عَلَى حَسَبِ القَرْعَةِ أوْ مَا جَرَى مِنْ بَيْنِنَا مِنْ أَنَّ مَنْ يُسَاعِدُ لِبِنَاءِ البُنْيَانِ لِجِهَّةِ الخَيْرِ كَبِنَاءِ المَدْرَسَةِ أَو