002. SETATUS PEMBERIAN SUAMI
Bagaimana setatus sebenarnya pemberian suami terhadap istrinya?
Jawaban:
Di Tafshil :
Harta pemberian suami menjadi miliknya istri apabila memang suami memberikannya entah dengan berupa ungkapan atau sekedar adanya tujuan.
Sehingga apabila harta tersebut sudah di hibahkan (dengan redaksi atau dengan tujuan) pada istri maka harta tersebut menjadi miliknya istri sepenuhnya. Sehingga apabila uang tersebut terdapat sisa setelah belanja kebutuhan maka sisanya tetap menjadi pemiliknya (istri)
Tetapi apabila pemberian suami tidak di sertai sebagaimana ketentuan di atas (berupa redaksi atau tujuan menghadiahkan) maka harta tersebut masih miliknya suami sehingga istri tidak boleh mentashorrufkannya sisa uang Nafkah tersebut kecuali atas izin suami.
Kecuali apabila diketahui menurut kebiasaan bahwa ia (suami) ridho dengan apa yang di lakukan istri (Bersedaqoh) artinya suami memiliki sifat dermawan maka dengan begitu diperoleh izinnya walaupun ia (suami) tidak mengucapkannya.
Namun apabila kebiasaan suami tidak tetap dan diragukan keridhoannya atau suami tersebut termasuk seorang yang pelit, dan itu diketahui atau diragukan dari keadaannya, maka istri tidak boleh menggunakan hartanya (untuk di infakkan kepada yang membutuhkan) kecuali mendapatkan izin yang jelas dari suami.
Jawaban:
Di Tafshil :
Harta pemberian suami menjadi miliknya istri apabila memang suami memberikannya entah dengan berupa ungkapan atau sekedar adanya tujuan.
Sehingga apabila harta tersebut sudah di hibahkan (dengan redaksi atau dengan tujuan) pada istri maka harta tersebut menjadi miliknya istri sepenuhnya. Sehingga apabila uang tersebut terdapat sisa setelah belanja kebutuhan maka sisanya tetap menjadi pemiliknya (istri)
Tetapi apabila pemberian suami tidak di sertai sebagaimana ketentuan di atas (berupa redaksi atau tujuan menghadiahkan) maka harta tersebut masih miliknya suami sehingga istri tidak boleh mentashorrufkannya sisa uang Nafkah tersebut kecuali atas izin suami.
Kecuali apabila diketahui menurut kebiasaan bahwa ia (suami) ridho dengan apa yang di lakukan istri (Bersedaqoh) artinya suami memiliki sifat dermawan maka dengan begitu diperoleh izinnya walaupun ia (suami) tidak mengucapkannya.
Namun apabila kebiasaan suami tidak tetap dan diragukan keridhoannya atau suami tersebut termasuk seorang yang pelit, dan itu diketahui atau diragukan dari keadaannya, maka istri tidak boleh menggunakan hartanya (untuk di infakkan kepada yang membutuhkan) kecuali mendapatkan izin yang jelas dari suami.
توشيح على ابن قاسم :
ولو اشترى الزوج لزوجته حليا للتزين به ما دامت عنده، لم تملكه إلا بصيغة ويصدق في ذلك، وكذا لو زين به ولده الصغير من غير صيغة، حتى لو مات الولد لم ترث منه أمه، لأنه باق على ملك أبيه. إهـ.
نهاية الزين :
أَن مَا يُعْطِيهِ الزَّوْج مصلحَة أَو صباحية كَمَا اُعْتِيدَ بِبَعْض الْبِلَاد لَا يملك إِلَّا بِلَفْظ أَو قصد إهداء
شرح النووي على المسلم :
واعلم أنه لا بد للعامل - وهو الخازن - وللزوجة والمملوك من إذن المالك في ذلك ، فإن لم يكن إذن أصلا فلا أجر لأحد من هؤلاء الثلاثة ، بل عليهم وزر بتصرفهم في مال غيرهم بغير إذنه . والإذن ضربان : أحدهما : الإذن الصريح في النفقة والصدقة ، والثاني : الإذن المفهوم من اطراد العرف والعادة كإعطاء السائل كسرة ونحوها مما جرت العادة به واطرد العرف فيه ، وعلم بالعرف رضاء الزوج والمالك به ، [ ص: 93 ] فإذنه في ذلك حاصل وإن لم يتكلم ، وهذا إذا علم رضاه لاطراد العرف وعلم أن نفسه كنفوس غالب الناس في السماحة بذلك والرضا به ، فإن اضطرب العرف وشك في رضاه أو كان شخصا يشح بذلك وعلم من حاله ذلك أو شك فيه لم يجز للمرأة وغيرها التصدق من ماله إلا بصريح إذنه .
Komentar
Posting Komentar