001. HUKUM MENYOLATI JENAZAH PENDUKUNG NON MUSLIM
Bagaimana hukum menyolati jenazah para pendukung calon non muslim atau penista agama?
Jawaban:
Pada dasarnya cndong atau mendukung, membantu dan menolong non muslim bisa disebabkan beberapa faktor. Adakalanya sebab persaudaraan, persahabatan atau cinta, dengan tetap meyakini bahwa agama mereka salah. Hal tersebut tidak menjadikan pelakunya kufur hanya saja dilarang oleh agama Islam untuk dilakukan, karena hal tersebut terkadang bisa menarik seseorang untuk menganggap baik non muslim atau bahkan rela dengan kekafirannya yang akan menyebabkan pelakunya kafir. Sehingga ketika setatusnya sudah pada taraf kafir dan tidak bertaubat hingga akhir hayat, maka orang yang mengetahui kekufurannya tidak boleh menyolatkannya.
Dan apabila tidak terjadi sebagaimana keterangan di atas (mati dalam kekufuran) maka menyolatkannya tetap wajib. Sebab mereka tetap bersetatus muslim meski tidak mentaati larangan memilih pemimpin non muslim, sehingga tetap wajib ditajhiz sebagaimana muslim lainnya. Karena selama mereka masih terlihat sebagai orang muslim kita tetap tidak boleh menganggap mereka kafir meski selalu berbuat makshiyat dan bid'ah sekalipun.
Sedangkan anggapan sebagian orang bahwa pendukung non muslim tergolong sebagai orang munafiq, hanya bisa diarahkan dalam ranah lughowi semata, sebab yang dimaksud munafiq yang dilarang disholati adalah munafiq hakiki alias muslim dzohiron namun kafir bathinan yang hal ini hanya diketahui oleh nabi saja, karena kaitannya adalah hati sedangkan kita menghukumi secara dzohir.
Mengenai riwayat bahwa sayyidina Umar tidak mensholati orang munafiq, hal itu beliau lakukan dengan petunjuk sahabat Hudzaifah yang diberitahu langsung oleh nabi tentang siapa saja orang munafiq yang ada di zaman itu, sehingga hal ini tidak bisa diterapkan untuk zaman sekarang.
Kesimpulan:
Terkait menyolati pendukung pemimpin non muslim hukumnya di tafshil sebagaimana berikut:
- Apabila pendukung calon pemimpin non muslim tersebut masuk pada kondisi yang menyebabkan kekafiran sebagaimana keterangan di atas hingga ia meninggal dalam kekufurannya, maka ia tidak boleh disholati.
- Apabila tidak demikian sebagaimana opsi rincian pertama, maka ia tetap wajib disholati.
Catatan:
Bagi para kiai atau ulama sebaiknya tidak menyolatkan pelaku dosa besar atau orang yang terang-terangan berbuat ma'shiyat. Namun demikian melarang menyolati orang yang masih dalam Islam hukumnya haram, walaupun orang tersebut pelaku dosa besar.
Referensi:
Jawaban:
Pada dasarnya cndong atau mendukung, membantu dan menolong non muslim bisa disebabkan beberapa faktor. Adakalanya sebab persaudaraan, persahabatan atau cinta, dengan tetap meyakini bahwa agama mereka salah. Hal tersebut tidak menjadikan pelakunya kufur hanya saja dilarang oleh agama Islam untuk dilakukan, karena hal tersebut terkadang bisa menarik seseorang untuk menganggap baik non muslim atau bahkan rela dengan kekafirannya yang akan menyebabkan pelakunya kafir. Sehingga ketika setatusnya sudah pada taraf kafir dan tidak bertaubat hingga akhir hayat, maka orang yang mengetahui kekufurannya tidak boleh menyolatkannya.
Dan apabila tidak terjadi sebagaimana keterangan di atas (mati dalam kekufuran) maka menyolatkannya tetap wajib. Sebab mereka tetap bersetatus muslim meski tidak mentaati larangan memilih pemimpin non muslim, sehingga tetap wajib ditajhiz sebagaimana muslim lainnya. Karena selama mereka masih terlihat sebagai orang muslim kita tetap tidak boleh menganggap mereka kafir meski selalu berbuat makshiyat dan bid'ah sekalipun.
Sedangkan anggapan sebagian orang bahwa pendukung non muslim tergolong sebagai orang munafiq, hanya bisa diarahkan dalam ranah lughowi semata, sebab yang dimaksud munafiq yang dilarang disholati adalah munafiq hakiki alias muslim dzohiron namun kafir bathinan yang hal ini hanya diketahui oleh nabi saja, karena kaitannya adalah hati sedangkan kita menghukumi secara dzohir.
Mengenai riwayat bahwa sayyidina Umar tidak mensholati orang munafiq, hal itu beliau lakukan dengan petunjuk sahabat Hudzaifah yang diberitahu langsung oleh nabi tentang siapa saja orang munafiq yang ada di zaman itu, sehingga hal ini tidak bisa diterapkan untuk zaman sekarang.
Kesimpulan:
Terkait menyolati pendukung pemimpin non muslim hukumnya di tafshil sebagaimana berikut:
- Apabila pendukung calon pemimpin non muslim tersebut masuk pada kondisi yang menyebabkan kekafiran sebagaimana keterangan di atas hingga ia meninggal dalam kekufurannya, maka ia tidak boleh disholati.
- Apabila tidak demikian sebagaimana opsi rincian pertama, maka ia tetap wajib disholati.
Catatan:
Bagi para kiai atau ulama sebaiknya tidak menyolatkan pelaku dosa besar atau orang yang terang-terangan berbuat ma'shiyat. Namun demikian melarang menyolati orang yang masih dalam Islam hukumnya haram, walaupun orang tersebut pelaku dosa besar.
Referensi:
*التفسير مراح لبيد*
وثالثها: الركون إلى الكفار والمعونة والنصرة إما بسبب القرابة أو بسبب المحبة مع اعتقاد أن دينه باطل فهذا لا يوجب الكفر إلا أنه منهي عنه، لأنالموالاة بهذا المعنى قد تجره إلى استحسان طريقته والرضا بدينه وذلك يخرجه عن الإسلام فهذا هو الذي هدد الله فيه بقوله: وَمَنْ يَفْعَلْ ذلِكَ أي الموالاةمع الكافرين بالاستقلال أو بالاشتراك مع المؤمنين فَلَيْسَ أي الموالي مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ أي ليس من ولاية الله في شيء يطلق عليه اسم الولاية إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقاةً أي لا تتخذوا الكافرين أولياء ظاهرا، أو باطنا في حال من الأحوال إلا حال اتقائكم من جهتهم اتقاء. والمعنى أن الله نهى المؤمنين عن مداهنة الكفار إلا أن يكون الكفار غالبين، أو يكون المؤمن في قوم كفار فيداهنهم بلسانه مطمئنا قلبه بالإيمان دفعا عن نفسه من غير أن يستحل دما حراما أو مالا حراما، أو غير ذلك من المحرمات ومن غير أن يظهر الكفار على عورة المسلمين. والتقية لا تكون إلا مع خوف القتل مع صحة النية
*فيض القدير*
(ﺻﻠﻮا ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻗﺎﻝ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ اﻟﻠﻪ) ﺃﻱ ﻣﻊ ﻣﺤﻤﺪ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ اﻷﻫﻮاء ﻭاﻟﻜﺒﺎﺋﺮ ﻭاﻟﺒﺪﻉ ﺣﻴﺚ ﻟﻢ ﻳﻜﻔﺮ ﺑﺒﺪﻋﺘﻪ ﻭﺫﻟﻚ ﻷﻧﻪ ﻟﻢ ﻳﻔﺼﻞ ﻭﻻ ﺧﺼﺺ ﺑﻞ ﻋﻢ ﺑﻘﻮﻟﻪ ﻣﻦ ﻭﻫﻲ ﻧﻜﺮﺓ ﺗﻌﻢ ﻓﺄﻓﻬﻢ ﺑﻪ ﺃﻥ اﻟﺼﻼﺓ ﻋﻠﻰ ﺃﻫﻞ اﻟﺘﻮﺣﻴﺪ ﺳﻮاء ﻛﺎﻥ ﺗﻮﺣﻴﺪﻫﻢ ﻋﻦ ﻧﻈﺮ ﺃﻭ ﺗﻘﻠﻴﺪ .
ﻛﺎﻥ ﻋﻤﺮ - ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ - ﻳﺘﺘﺒﻊ ﺣﺬﻳﻔﺔ ﺑﻦ ﺍﻟﻴﻤﺎﻥ ﺻﺎﺣﺐ ﺳﺮ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻴﻨﻈﺮ ﺇﻟﻴﻪ ﻓﺈﺫﺍ ﺻﻠﻰ ﻋﻠﻰ ﺭﺟﻞ ﺻﻠﻰ ﻋﻠﻴﻪ ﻋﻤﺮ ﻭﺇﺫﺍ ﺃﻣﺴﻚ ﻋﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺃﻣﺴﻚ ﻋﻤﺮ، ﻓﻌﻦ ﺯﻳﺪ ﺑﻦ ﻭﻫﺐ ﻗﺎﻝ : ﻣﺎﺕ ﺭﺟﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻘﻴﻦ ﻓﻠﻢ ﻳﺼﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﺣﺬﻳﻔﺔ ، ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻪ ﻋﻤﺮ : ﺃﻣﻦ ﺍﻟﻘﻮﻡ ﻫﻮ ؟ ﻗﺎﻝ : ﻧﻌﻢ ، ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻪ ﻋﻤﺮ : ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻣﻨﻬﻢ ﺃﻧﺎ ؟ ﻗﺎﻝ : ﻻ ، ﻭﻟﻦ ﺃﺧﺒﺮ ﺑﻪ ﺃﺣﺪﺍ ﺑﻌﺪﻙ )
قَال ابْنُ مَنْظُورٍ: وَالنِّفَاقُ اسْمٌ مِنَ الأَْسْمَاءِ الشَّرْعِيَّةِ الَّتِي وَضَعَهَا الشَّرْعُ، لَمْ تَكُنْ مَعْرُوفَةً بِمَعْنَاهَا الاِصْطِلاَحِيِّ هَذَا قَبْل الإِْسْلاَمِ، وَهُوَ الَّذِي يَسْتُرُ كُفْرَهُ وَيُظْهِرُ إِسْلاَمَهُ.
عَلَى أَنَّ النِّفَاقَ يُطْلَقُ تَجَوُّزًا عَلَى مَنِ ارْتَكَبَ خَصْلَةً مِنْ خِصَال النِّفَاقِ الآْتِي ذِكْرُهَا، كَالْكَذِبِ وَإِخْلاَفِ الْوَعْدِ، أَوْ يُقَال: هَذَا نِفَاقٌ عَمَلِيٌّ، وَلَيْسَ اعْتِقَادِيًّا حَقِيقِيًّا.
*الفقه الاسلامي*
وقال المالكية أيضاً: وينبغي لأهل الفضل أن يجتنبوا الصلاة على المبتدعة، ومظهري الكبائر، ردعاً لأمثالهم.
*المغني لابن قدامة*
مسألة ; قال : ( ولا يصلي الإمام على الغال من الغنيمة ، ولا على من قتل نفسه ) الغال : هو الذي يكتم غنيمته أو بعضها ، ليأخذه لنفسه ، ويختص به . فهذا لا يصلي عليه الإمام ، ولا على من قتل نفسه متعمدا . ويصلي عليهما سائر الناس . نص عليهما أحمد.
قال الباجي في "المنتقى" : " وَهَذِهِ سُنَّةٌ فِي امْتِنَاعِ الأَئِمَّةِ وَأَهْلِ الْفَضْلِ مِنْ الصَّلاةِ عَلَى أَهْلِ الْكَبَائِرِ عَلَى وَجْهِ الرَّدْعِ وَالزَّجْرِ عَنْ مِثْلِ فِعْلِهِمْ . وَأَمْرُ غَيْرِهِ بِالصَّلاةِ عَلَيْهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ لَهُمْ حُكْمَ الإِيمَانِ لا يَخْرُجُونَ عَنْهُ بِمَا أَحْدَثُوهُ مِنْ مَعْصِيَةٍ " انتهى
ونقل المرداوي في "الإنصاف" (2/535) : عن الإمام أحمد أنه لا يصلى على أهل الكبائر . وقال : " واختار المَجْد (مجد الدين ابن تيمية جد شيخ الإسلام ابن تيمية) أنه لا يصلي على كل من مات على معصية ظاهرة بلا توبة . قال في الفروع : وهو متجه " انتهى
. وقال عمر بن عبد العزيز ، والأوزاعي : لا يصلى على قاتل نفسه بحال ; لأن من لا يصلي عليه الإمام لا يصلي عليه غيره ، كشهيد المعركة
*بغية المسترشدين ص: ٩٢*
يجب تجهيز كل مسلم محكوم بإسلامه وإن فحشت ذنوبه وكان تاركا للصلاة وغيرها من غير جحود ويأثم كل من علم به أو قصر في ذلك لأن لا إله الا الله وقاية له من الخلود في النار هذا من حيث الظاهر وأما باطنا فمحل ذلك حيث حسنت الخاتمة بالموت على اليقين والثبات على الدين فالأعمال عنوان.
*إسعاد الرفيق الجزء 2 صحـ : 93 مكتبة الهداية*
وَمِنْهَا كُلُّ قَوْلٍ يَحِثُّ أَحَداً مِنَ اْلخَلْقِ عَلَى نَحْوِ فِعْلِ أَوْ قَوْلِ شَيْئٍ أَوِ اسْتِمَاعٍ إِلَى شَيْءٍ مُحَرَّمٍ فِي الشَّرْعِ وَلَوْ غَيْرَ مُجْمَعٍ عَلىَ حُرْمَتِهِ اهـ
Komentar
Posting Komentar